Judul : Don't Deliver Us from Evil (1971) Review, [ MovRev21 ]
link : Don't Deliver Us from Evil (1971) Review, [ MovRev21 ]
Don't Deliver Us from Evil (1971) Review, [ MovRev21 ]
Udah bukan rahasia lagi kalau yang namanya film cult itu ga jauh dari label film biaya budget ecre2 dan teknikal seadanya. Nengok ke belakang, kita bisa liat The Evil Dead si Raimi, Branded to Kill si Seijun Suzuki, El Topo si Jodorowsky, Eraserhead si Lynch, ampe Braindead si bangsat Peter Jackson sebagai film cult yang sekarang jadi tontonan wajib para dedek2 moviebuff. Cult identik dengan konyol, murahan, dan ga jelas. Kesannya emang keliatan kayak guilty pleasure, tapi film cult punya jiwa, dibalik wujudnya yang kotor itu, dia punya sesuatu yang cuma pecinta film sejati doang yang bisa ngerasain. Hal tersebut gw rasain kembali pas gw nonton DON'T DELIVER US FROM EVIL, terakhir kepala gw dibikin shock begini ya pas nonton Possession, pas disodorkan Don't Deliver Us from Evil gw cuma bisa ngomong "wadoaech" pas filmnya kelar.
Don't Deliver Us from Evil nyeritain tentang Anne (Jeanne Goupil), dan Lore (Catherine Wagener), 2 orang siswi sekolah katolik yang mengabdikan diri mereka kepada setan, melakukan pekerjaan setan, dan yah, biarkan gambar dibawah ini yang menjelaskan.
amen to that. |
Biasanya, drama horror (yang bagus) itu digarap dengan serius dan selalu bernuansa gelap. Contoh paling nyatanya ya Repulsion si om Polanski. The way Polanski ngebuild up cerita yang solid dari awal sampe deket akhir, dan meledakan semuanya di klimaks, itu membuat gw nganggep kalo yang namanya drama horror (yang bagus) itu mesti digarap kayak Repulsion, benchmarknya kayak Repulsion, blueprintnya kayak Repulsion, strukturnya kayak Repulsion, pokoknya mesti kayak Repulsion. Kalo ada drama horror yang ga sesuai Repulsion, berarti jatuhnya bakal jelek, eh ternyata gw salah, si bastard Joel Siera ternyata bisa bikin script Don't Deliver Us from Evil yang terlihat main2 di atas kertas, menjadi salah satu tontonan erotis paling disturbing yang pernah nongol di layar laptop gw.
Ga ada yang spesial dari ceritanya, Joel Siera cuma nyeritain dua anak perempuan yang memuja setan dan melakukan aksi2 layaknya orang kesetanan. Keliatannya kayak main2, tapi Siera tau banget begimana caranya membuat audiensnya benci sama kedua karakternya, tapi di saat yang sama, audiensnya dibikin peduli. Karakter Anne yang suka menyiksa kucing (Di sini gw ngeliat si Anne kayak versi jahat si Nasha) dan si Lore yang ikut2an melulu, digambarkan begitu rusak tapi lovable. Lovable di sini bukan karena gw orangnya sakit demen liat mereka berbuat onar sampe gw kasian ama mereka, tapi kemunafikan orang2 sekitar mereka membuat mereka menyimpang dari *batuk* jalan yang bener.
Dari segi kedisturbingannya, dari sekian banyak film yang gw tonton, mungkin Don't Deliver Us from Evil bisa gw kategoriin sebagai film dengan adegan yang bikin gw sakit kepala. Disturbing sampai gimana ga juga yak, cuma ya disuruh ngeliat orang umur 30-40an ngisep nenen anak smp terus anaknya meronta2 gitu, ya bayangin sendirilah gimana. Sebenarnya artis yang meranin si Anne dan Lore itu umurnya udah 20 tahun pas nih film dibikin, tapi muka mereka masih muda belia begitu, ya gw cuma bisa ngomong "wadoaech" pas adegan rape-meronta-ronta-keplek itu nongol.
Ada sebuah adegan yang menurut gw hebat banget, adegan di pertengahan menjelang akhir, di mana Siera bisa bikin adegan yang tenang dan hening, terus tiba2 dalam hitungan sepersekian detik, dia ngubah ritme adegan itu. Dari yang awalnya tenang dan hening. mendadak jadi total chaos. Adegan itu langsung bikin gw loncat berdiri, dan bikin gw kagum habis2an sampe nganga terus ngomong "wadoaech" pas adegannya kelar.
Don't Deliver Us From Evil ga luput dari kekurangan sih. Kalo lu mikirnya si Anne dan Lore itu 2-2nya leading character, bersiaplah kecewa karena yang jadi leading character di film itu cuma si Anne. Lore malah statusnya ga jelas, leading character bukan karena jam terbangnya dikit, supporting juga bukan karena jam terbangnya rada banyakan. Karakter Lore yang mestinya bisa dieksplor lebih dalam jadinya mesti ngambang karena si Anne mendominasi 70% film ini. Belum lagi editing suara yang ga sinkron dengan mulut, beberapa adegan cheesy yang bikin gw senyum2 kayak senyum2 mas2 KFC yang habis ngedenger pesanan paket 20.000 sayap 2 pepsi 1 nasi 1, hingga ketawa cekikikan mereka yang annoying kayak orang habis jual ginjal. Don't Deliver Us from Evil masih jauh dari kata sempurna.
Apakah Don't Deliver Us from Evil adalah tontonan yang menghibur? jelas kagak elah. Endingnya yang nonsensical but in a good way bener2 menghantam audiensnya, bisa dikatakan sebagai adegan paling berani yang pernah dibikin sama filmmaker di dunia yang nista ini. Pas credit title nongol, gw cuma bisa diem, nganga, terus ngomong "wadoaech" berkali2 saking capenya. Cape karena ngeliat binatang dibunuh, cape karena ngeliat anak smp diperkaos sama om2 umur 30an, cape ngeliat bulu ketek sama bulu kemaluan anak smp yang baru tumbuh (atau abg umur 20an), dan cape luar biasa karena disuruh ngeliat last framenya yang.....wadoaech.
Dari segi kedisturbingannya, dari sekian banyak film yang gw tonton, mungkin Don't Deliver Us from Evil bisa gw kategoriin sebagai film dengan adegan yang bikin gw sakit kepala. Disturbing sampai gimana ga juga yak, cuma ya disuruh ngeliat orang umur 30-40an ngisep nenen anak smp terus anaknya meronta2 gitu, ya bayangin sendirilah gimana. Sebenarnya artis yang meranin si Anne dan Lore itu umurnya udah 20 tahun pas nih film dibikin, tapi muka mereka masih muda belia begitu, ya gw cuma bisa ngomong "wadoaech" pas adegan rape-meronta-ronta-keplek itu nongol.
Ada sebuah adegan yang menurut gw hebat banget, adegan di pertengahan menjelang akhir, di mana Siera bisa bikin adegan yang tenang dan hening, terus tiba2 dalam hitungan sepersekian detik, dia ngubah ritme adegan itu. Dari yang awalnya tenang dan hening. mendadak jadi total chaos. Adegan itu langsung bikin gw loncat berdiri, dan bikin gw kagum habis2an sampe nganga terus ngomong "wadoaech" pas adegannya kelar.
Don't Deliver Us From Evil ga luput dari kekurangan sih. Kalo lu mikirnya si Anne dan Lore itu 2-2nya leading character, bersiaplah kecewa karena yang jadi leading character di film itu cuma si Anne. Lore malah statusnya ga jelas, leading character bukan karena jam terbangnya dikit, supporting juga bukan karena jam terbangnya rada banyakan. Karakter Lore yang mestinya bisa dieksplor lebih dalam jadinya mesti ngambang karena si Anne mendominasi 70% film ini. Belum lagi editing suara yang ga sinkron dengan mulut, beberapa adegan cheesy yang bikin gw senyum2 kayak senyum2 mas2 KFC yang habis ngedenger pesanan paket 20.000 sayap 2 pepsi 1 nasi 1, hingga ketawa cekikikan mereka yang annoying kayak orang habis jual ginjal. Don't Deliver Us from Evil masih jauh dari kata sempurna.
Apakah Don't Deliver Us from Evil adalah tontonan yang menghibur? jelas kagak elah. Endingnya yang nonsensical but in a good way bener2 menghantam audiensnya, bisa dikatakan sebagai adegan paling berani yang pernah dibikin sama filmmaker di dunia yang nista ini. Pas credit title nongol, gw cuma bisa diem, nganga, terus ngomong "wadoaech" berkali2 saking capenya. Cape karena ngeliat binatang dibunuh, cape karena ngeliat anak smp diperkaos sama om2 umur 30an, cape ngeliat bulu ketek sama bulu kemaluan anak smp yang baru tumbuh (atau abg umur 20an), dan cape luar biasa karena disuruh ngeliat last framenya yang.....wadoaech.
Demikianlah Artikel Don't Deliver Us from Evil (1971) Review, [ MovRev21 ]
Sekianlah artikel Don't Deliver Us from Evil (1971) Review, [ MovRev21 ] kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Don't Deliver Us from Evil (1971) Review, [ MovRev21 ] dengan alamat link https://movrev21.blogspot.com/2014/07/don-deliver-us-from-evil-1971-review.html
0 Response to "Don't Deliver Us from Evil (1971) Review, [ MovRev21 ] "
Posting Komentar